Cerita Inspirasi Kehidupan : Pengorbanan Terhebat IBU

5 comments

Pengorbanan Terhebat IBU

 

Pengorbanan Terhebat IBU
Pengorbanan Terhebat IBU

Ketika saya sedang mengisi waktu luang untuk menunggu jam perkuliahan dimulai. Saya didepan koridor depan kelas menghabiskan waktu tersebut dengan membaca buku, buku yang saya baca ini berjudul “Kisah-kisah Wanita Super Inspiratif” karya tulisan Nur Kholish Rif’ani. Setelah membaca beberapa judul yang terdapat dalam buku tersebut, saya menemukan sebuah artikel yang sangat menarik yaitu “Pengorbanan Terhebat IBU”. Sehingga memberikan saya inspirasi untuk menulis ulang artikel tersebut dalam blog mococerpen ini. Semoga bermanfaat ya artikel ini sahabat. Selamat menikamati.

 ****

Ketika tiba musim gugur, seorang anak mulai masuk di sekolah menengah atas. Tetapi, justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah sehingga tidak bisa lagi berkerja di sawah. Waktu itu, setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa 30 kg beras untuk dibawa ke kantin sekolah.

Sang anak mengerti bahwa ibunya tidak mungkin bisa memberikan 30 kg beras tersebut. Dia berkata kepada ibunya, “Bu, aku mau berhenti sekolah dan membantu ibu bekerja di sawah.”

Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata, “Mendengar ucapanmu barusan, ibu sudah senang sekali, namun kamu harus tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau ibu sudah melahirkan kamu, ibu pasti mampu merawat dan menjagamu. Cepatlah pergi ke sekolah. Nanti ibu yang akan bawa berasnya ke sana.”

Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau masuk sekolah, ibunya menampar putranya tersebut. Ini adalah pertama kalinya sang anak dipukul oleh ibunya. Sang anak akhirnya mau pergi ke sekolah. Sementara ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh.

Tidak lama berselang, dengan terpincang-pincang dan nafas tersengal-sengal, ibu itu datang ke kantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari bahunya. Pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras lalu membuka kantongnya dan mengambil segenggam beras kemudian menimbangnya.

Pengawas berkata, “Kalian, para wali murid, ingin selalu mengambil keuntungan. Kalian lihat, kantong ini isinya campuran beras dan gabah. Kalian mengira kantinku ini tempat penampungan beras campuran?”

Sang ibu ini malu dan berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut. Bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk ke dalam kantin. Seperti biasa, ibu pengawas mengambil beras dari kantong tersebut dan melihatnya. Masih dengan alis yang mengerut, dia berkata, “Beras yang sama dengan bulan kemarin.”

Pengawas itu pun berpikir, apakah dulu dia belum berpesan kepada ibu ini. Dia kemudian berkata, “tidak peduli beras apapun yang ibu brikan, kami akan teima. Tapi , jenisnya harus dipisah, jangan dicampur bersama.  Kalau tidak, maka beras yang dimasak tidak bisa matang dengan sempuran. Bulan berikutnya kalau begini lagi, maka saya tidak mau menerimanya.”

Sang ibu bertanya dengan perasaan sedikit takut. “ibu pengawas, beras di rumah kami semuanya seperti ini. Lalu, bagaimana?”

Pengawas tersebut tidak mau tahu alasannya. Dia justru bertanya dengan nada menyindir, “ Ibu punya berapa hektar tanah sehingga bisa menanam bermacam-macam jenis beras.
Menerima pertanyaan seperti itu, sang ibu akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi. Pada awal bulan ketiga, sang ibu datang kembai ke sekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan kata-kata yang lebih kasar. “sebagai ibu, kenapa kau begitu keras kepala? Kenapa tetap membawa beras yang sama? Bawa pulang saja berasmu itu!”
Dengan berlinang air mata, sang ibu pun berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata, “Maafkan saya Bu, sebenarnya beras ini saya peroleh dari mengemis.”

Setelah mendengar ucapan sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sang ibu tersebut akhirnya duduk di atas lantai, menggulung celananya, dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak. Sang ibu menghapus air matanya, lalu bercerita, “saya menderita penyakit rematik yang sangat parah. Untuk berjalan saja susah, apalagi untuk bercocok tanam. Anakku mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja di sawah. Tapi, saya melarangnya dan menyuruhnya bersekolah lagi.”

Selama ini dia tidak memberi tahu saudaranya yang ada di kampung sebelah. Dia takut melukai harga diri anaknya. Setiap hari, pada pagi-pagi buta, dengan kantong kosong dan bantuan tongkat, dia pergi untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap, pelan-pelan dia kembali ke kampungnya. Sampai pada awal bulan, semua beras yang terkumpul diserahkan ke sekolah.

Saat si ibu bercerita, secara tidak sadar air mata pengawas itu mulai mengalir. Dia mengangkat ibu tersebut dri lantai dan berkata, “Bu, sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya pihak sekolah bisa memberikan sumbangan untuk keluarga ibu.”
Sang ibu buru-buru menolak dan berkata, “Jangan! Kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk membiayai sekolahnya, itu akan mengahancurkan harga dirinya. Dan hal itu akan menggangu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi tolong ibu jaga rahasia ini.”

Akhirnya maslah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam-diam, kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah tiga tahun berlalu, sang anak lulus tes masuk perguruan tinggi Qing Hua dengan nilai 678 pont.

Di hari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini di tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang mendapat tempat yang istimewa. Yang lebih aneh lagi, di sana terdapat tiga kantong beras.

Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju ke depan dan menceritakan  kisah si ibu ini yang mengemis beras agar anaknya bisa sekolah. Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata, “Inilah sang ibu dalam cerita tadi. “ Kepala sekolah mempersilahkan ibu tersebut untuk naik ke atas mimbar.

Anak dari sang ibu tadi menengok ke belakang dengan ragu-ragu. Dia melihat gurunya menuntun sang ibu berjalan ke atas mimbar. Sang ibu dan anaknya pun saling bertatapan. Pandangan ibu yang hangat dan lembut tertuju kepada anaknya. Akhirnya, sang anak pun menyadari bahwa selama ini ibunya sudah berusaha keras agar dia bisa terus bersekolah. Dia pun memeluk dan merangkul erat ibunya.

Sungguh luar biasa sosok seorang ibu, tidak dapat memberikan kata-kata yang lebih indah untuk mengatakan aku mencintaimu ibu. Seperti apakah perjuangan mu untuk membalas pengorbanan sosok ibu. Tidak akan pernah sanggup kita menyamai pengorbanan sang ibu. Dari sekarang , selagi ibu dan bapak sahabat mococerpen masih diberikan kesehatan. Maksimalkan lah kesempatan tersebut untuk selalu memberikan kebahagiaan kepadanya. Aku mencintai mu ibu. Semoga artikel berjudul Pengorbanan Terhebat IBU ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Aminnnnn,..........



--------------------*****--------------------







Jangan lupa sukai fanspage Facebook Moco Cerpen dan follow twitter @MC_MocoCerpen ya Sahabat.
Bagikan Artikel :

5 komentar

Pintar kali kau buat cerpen.. Terima kasih sudah menghibur..

Jadi Teringat Ibu. hu hu hu
Salam Mas semut

iyaa nih...apa lagi yang jauh merantau pada kuliah,,pasti ngerasain kangen banget...sperti saat ini aku rasain ..heheh